By : Astina Dwi Errika
Pendidikan Matematika ‘10
Wanita, siapa yang tak familiar dengan kata ini. Kata yang memiliki
sejuta makna bagi yang membaca, mendengar, dan menyebutnya. Bahkan dengan satu
double folio pun tak cukup menggambarkan makna dari ‘wanita’ ini. Sosok yang
identik dengan feminisme dengan segala realita kehidupannya dan menginspirasi
semua mata yang menatapnya. Tak bisa ditampik
bahwa seorang wanita adalah tonggak perubahan dalam setiap bidang
kehidupan. Selaras dengan pepatah bahwa ‘dibalik pria hebat, terdapat peran
wanita di belakangnya”. Bayangkan, sebuah kata –negara- saja di berikan sebutan
‘ibu pertiwi’ bukan ‘bapak pertiwi’. Ini menggambarkan bahwa istilah dan status
‘wanita’ itu benar-benar istimewa bagi yang menyandangnya.
Berbicara mengenai sosok serta peranan wanita, tentu kita tidak
asing lagi dengan seorang tokoh yaitu R.A
Kartini, sosok pejuang wanita yang dengan segala kemampuan yang ia
punya baik pikiran maupun tenaga untuk memerjuangkan hak-hak yang seharusnya
didapat oleh kaumnya yang tak lain adalah kaum wanita. Kasus diskriminasi
terhadap wanita ketika itu sangatlah mencuat, dimana oleh pihak penjajah wanita
tidak diperbolehkan untuk mengenyam pendidikan, berpartisipasi dalam sosial dan
masyarakat dan berbagai perlakuan yang
menahan kapabilitas wanita dalam hal kreativitas, intelektualitas, dan sosial.
Kemudian, dengan segala upaya dilakukan oleh sang pejuang R.A Kartini agar
hak-hak yang layak didapat oleh kaum wanita tersebut dikembalikan lagi oleh
para penjajah. Alhasil, meskipun dengan mengorbankan jiwa dan raga usaha-usaha
yang dilakukan beliau bersama para pendukungnya pun membuahkan hasil yang
membanggakan. Hak-hak yang memang
sepatutnya di dapat oleh wanita pun direbut kembali. Demikian singkat cerita
mengenai perjuangan tokoh wanita memperjuangkan hak-hak wanita di masa
penjajahan. Lalu, dibandingkan sekarang, apakah perjuangan ibu Kartini itu
masih terus berlanjut ?.
Jawabannya tentu saja “ya”. Perjuangan terhadap hak-hak wanita ini
akan terus berlanjut karena tak kan ada yang bisa menahan langkah wanita untuk
terus membuktikan eksistensi diri. Namun, yang menjadi pertanyaan sekarang
bagaimana bentuk upaya wanita dalam hal memperjuangkan hak-hak mereka ? apakah
sama seperti yang dilakukan oleh Ibu Kartini dengan menguras tenaga hingga
tetes darah terakhir ?. Jika dipikir secara logika, tidak mungkin dimasa
sekarang dilakukan hal-hal heroik seperti masa penjajahan. Oleh karena itu,
jika anda mendengar topik pembicaraan
mengenai RUU KKG ( Keadilan dan Kesetaraan Gender) itulah jawaban dari
pertanyaan – pertanyaan yang terturai sebelumnya.
Rancangan Undang-Undang tentang Keadilan dan Kesetaraan Gender (
RUU KKG ) merupakan isu nasional yang tengan ramai dibicarakan saat ini. Upaya
melanjutkan perjuangan sang Ibu Kartini tertuang secara fisik dalam perancanga
Undang-Undang ini. Mengutip dari salah satu pasal di RUU ini, pasal 1 ayat 2 :
“Kesetaraan Gender adalah kesamaan kondisi dan posisi bagi perempuan dan
laki-laki untuk mendapatkan kesempatan mengakses, berpartisipasi, mengontrol,
dan memperoleh manfaat pembangunan di semua bidang kehidupan.”
Isi
dari ayat ini menjawab mengapa RUU ini disebut sebagai benuk kelanjutan
perjuangan hak wanita episode masa sekarang. Dengan jelas diuraikan bahwa antara wanita dan
pria memiliki hak yang sama dalam semua bidang kehidupan. Artinya bahwa wanita
Indonesia semakin ingin mengepakkan sayapnya dibidang manapun dan membuktikan
pada dunia bahwa eksistensinya patut untuk diberikan perhatian lebih.
Namun, sebagai sebuah pembaharuan dalam perkembangan dunia
kewanitaan dan dunia perpolitikan, tentunya rancangan undang-undang ini
memancing perhatian banyak pihak. Perhatian masyarakat pada rancangan
undang-undang ini berupa dukungan juga kecaman. Sebagian yang mendukung RUU ini
menganggap bahwa ini adalah salah satu bentuk revolusi bagi dunia wanita dimana
tak ada lagi perlakuan-perlakuan diskriminatif terhadap wanita, apapun
bentuknya baik itu kekerasan, pembatasan untuk memperoleh akses, partisipasi,
dan kontrol dalam hal pembangunan. Hal ini tidak bisa dianggap enteng karena
jika rancangan ini kelak disetujui dan diterapkan maka secara legitimasi akan
diakui aturan-aturannya yang berefek pada ganjaran yang diberikan kepada pada
pelanggar. Kemudian, rancangan ini
memberikan peluang dan kesempatan sebesar-besarnya bagi seluruh wanita Indonesia
untuk menunjukkan sepak terjangnya di negara bahkan dunia. Jikalau dulu
terdapat beberapa profesi yang tidak diperuntukkan bagi kaum wanita, mungkin
dengan adanya rancangan ini aturan remeh semacam itu tidak akan berlaku lagi.
Wanita akan semakin mudah dalam mencapai karirnya selain tugas utamanya yaitu
sebagai supervisi rumah tangga.
Disisi
lain, sebagian kelompok yang mengecam bahkan menolak rancangan ini menganggap
bahwa rancangan undang-undang ini merupakan sebuah pemaksaan hak. Dengan
substansi bahwa mulai dari asas, undang-undang ini tidak mencantumkan agama
sebagai asas. Padahal di UUD 45 ada konsep “ Tuhan Yang Maha Kuasa, Maha Esa”.
Para pemimpin kita dahulu sudah menyadari bahwa keberadaan Tuhan itu sangan
penting. Sedangkan RUU KKG ini hanya berorientasi pada dunia serta mengesampingkan
akhirat. Bisa jadi ketika RUU ini sah, kewajiban untuk mencari nafakah bisa
dipindah kepada wanita. Logika yang dibangun nampak sangat keteteran secara
alamiah. Sebenarnya semua hak itu ada porsinya masing-masing. Orang yang diakui
melahirkan dan hamil tidak bisa dipertukarkan dengan orang yang dilahirkan
menjadi laki-laki. Wanita memiliki porsi yang berbeda dari laki-laki. Akan
tetapi itu akan tetap dalam tataran keadilan.
Namun, terlepas dari semua bentuk pro dan kontra yang ditimbulkan
oleh RUU KKG ini, mestinya menjadi cerminan bagi kita bahwasanya Tuhan telah
menciptakan wanita dan pria itu dengan hak dan kewajiban masing-masing dan
sepatutnyalah untuk saling menghargai hak dan kewajiban tersebut. Tergantung
dari pribadi kita masing-masing bagaimana menanggapinya dan memilih apakah akan
ikut menolak, menerima atau bahkan tidak bereaksi apa – apa terhadap hal itu.
Namun satu hal yang perlu diingat bahwa esensi seorang wanita tidak dapat untuk
dikurangi atau bahkan untuk dihilangkan dalam segala segi kehidupan. Kontribusi
antara wanita dan pria pun pada dasarnya saling bersinergis, dan
berkesinambungan. Dan seorang wanita akan tetap pada kodratnya untuk menjadi
ibu dalam keluarga. Interpretasi orang- orang pun tak akan berubah mengenai
seorang wanita, sebab wanita akan tetap menjadi Kartini dunia dengan atau tanpa
adanya Undang-Undang KKG tersebut. Karena takkan ada yang bisa membatasi
langkah para wanita dalam meraih kebahagiaan mereka.
HIDUP WANITA INDONESIA ..!! ^_^
0 komentar:
Posting Komentar